Lensa Purbalingga - Sekretaris Daerah (Sekda) Purbalingga, Herni Sulasti berharap istri PNS di Purbalingga yang tergabung dalam organisasi Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kabupaten Purbalingga bisa berkontribusi menyerukan gerakan Mageh Padha Sekolah.
Gerakan yang diinisiasi Pemkab Purbalingga untuk mengentaskan Anak Tidak Sekolah ini, menurut Sekda Herni harus digalakkan demi menyelamatkan generasi penerus bangsa.
"Kami nderek titip bagaimana agar Dharma Wanita bisa bersinergi membantu mendorong bagaimana anak-anak usia sekolah yang tidak sekolah ini bisa kembali bersekolah,” kata Sekda dalam acara Pengukuhan Ketua Antar Waktu DWP Kabupaten Purbalingga Masa Bhakti 2019 – 2024 di Gedung Srikandi, Jumat 3 Desember 2021.
Baca Juga: Hari Disabilitas Internasional, Ini Kata Bupati Purbalingga
Sekda Herni yang juga penasehat DWP Purbalingga mengatakan, masih ada 10,32% atau 20.283 anak usia sekolah tidak sekolah (AUSTS) di Kabupaten Purbalingga.
Angka ini menjadikan Purbalingga masuk 4 besar kabupaten di Jawa Tengah yang angka AUTSnya tergolong tinggi.
Sekda Herni juga meminta, Gerakan Mageh Padha Sekolah tidak harus menunggu kucuran dana dari APBD.
“Kita dorong misalnya pendataan dulu, karena data 20.283 ini adalah data Susenas, yang artinya data yang belum by name by address," kata Sekda Herni.
Herni memberi gambaran, dengan data tersebut, DWP atau PKK Purbalingga bisa mengidentifikasi siapa-siapa saja dari angka tersebut.
"Nah tugas ibu-ibu semua baik DWP maupun TP PKK kita aktifkan data by name by address, sebetulnya mereka siapa, di mana dan mengapa yang seharusnya sekolah tapi tidak sekolah,” imbuhnya.
Baca Juga: Terdesak Kebutuhan Hidup, Penjaga Sekolah di Purbalingga Nekad Jualan Ganja
Herni menambahkan, AUSTS di Purbalingga mayoritas berusia di atas 15 tahun atau tidak melanjutkan sekolah setelah hanya lulus SD.
Kemungkinan, mereka yang tidak melanjutkan sekolah lantaran terkendala biaya transportasi.
Di sisi lain, menurut Herni, desakan ekonomi dan banyaknya prabrik plasma di Purbalingga menjadikan AUSTS memprioritaskan pemenuhan kebutuhan ekonomi ketimbang pendidikan.
“Monggo kita sengkuyung bersama, artinya nanti Gerakan Orang Tua Asuh bisa kita aktifkan kembali atau di sektor-sektor lain yang tidak formal,” katanya.***