Lensa Purbalingga - Yogi Sutrisno, Warga Desa Larangan, Kecamatan Pengadegan, Purbalingga, bisa berbangga hati karena jerih payahnya merintis usaha jam tangan kayu bisa diminati banyak orang.
Pria 31 tahun yang karbi disapa Yogi ini memang telah memiliki passion wirausahawan sedari lulus SMA dan tak menyangka idenya memproduksi jam tangan kayu bisa diterima pasar.
Baca Juga: Bupati Purbalingga Titip Pesan agar GP Ansor Menjaga Ideologi Pancasila
Sebelum menekuni memproduksi jam tangan kayu, Yogi sempat berjualan boneka sejak 2011.
Namun, pada 2015 usahanya ini menemui jalan buntu ketika omsetnya terus anjlok.
Yogi sempat mencoba usaha lain, namun tak kunjung menemukan fajar pendapatan yang menguntungkan.
Baca Juga: Duet Tiwi - BI Membumikan Pancasila ke Generasi Millenial di Purbalingga
Cerita suksesnya sebagai produsen jam tangan kayu bermula pada 2017 ketika temannya mengusulkan ide untuk membuat jam tangan kayu.
Yogi yang memang selalu mampu mengintip peluang usaha, lalu menjelajahi dunia Maya untuk belajar mengenai pembuatan jam tangan kayu.
Meski sudah difasilitasi banyak informasi, namun, kegagalan adalah fase yang harus dilewati bagi setiap orang yang ingin sukses, termasuk Yogi.
Baca Juga: Klub Sepakbola Ranesha FC Sapu Bersih 6 Pertandingan di Liga Askab PSSI Purbalingga
Eksperimennya selama 1,5 tahun baru membuahkan hasil ketika pada pertengahan 2018 dia mendapatkan pelanggan pertama untuk jam tangan kayu produksinya.
Saat ditemui di rumah produksinya pada Sabtu, 25 Juni 2022, Yogi mengatakan, satu jam tangan kayu buatannya bisa bisa didapatkan dengan harga Rp 400 - 500 ribu.
“Alhamdulillah penjualannya lumayan banyak, omset sampai saat ini bisa mencapai 30 juta perbulannya,” katanya sambil memotong bahan jam dengan menggunakan gergaji mesin.
Baca Juga: Balkondes di Golaga Tidak Terurus, Purbalingga Memikat Hanya Slogan
Yogi memanfaatkan market place yang tersedia untuk menjajakan produk jam tangan kayu buatannya.
Yogi mengatakan, dia sudah mendapatkan pelanggan dari berbagai kota di Indonesia.
Bahkan, dia sempat mendapat pembeli dari Singapura, meski gagal dikirim.
"Ongkos kirim dan harga jam tangannya beda tipis," katanya mengenang cerita tentang costumer dari Singapura.
Baca Juga: DPRD Minta Pemkab Pastikan Pertambangan Galian C di Purbalingga Sudah Berizin
Yogi menggunakan bahan kayu jenis Sono Keling dan kayu Maple yang merupakan kayu impor.
“Untuk finishing kami tidak menggunakan pewarna kayu asli, warna kayu dibiarkan secara natural. Takutnya jika memakai pewarna ada kulit yang sensitive sehingga tidak dilakukan pewarnaan, hanya dilakukan pernis saja,” katanya.***