Bahkan, adik perempuan dari pemimpin yang paling berpengaruh di Korea Utara, Kim Yo-jong baru-baru ini memperingatkan sejumlah konsekuensi, jika Seoul gagal mencegah kelompok sipil yang lari mengirim balon membawa selebaran propaganda di atas Zona Demiliterisasi.
Baca Juga: Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi Covid-19, Polsek Padamara Purbalingga Budidaya Ikan
Mereka juga menekankan akan menutup kantor penghubung, secara permanen, dan menutup taman industri yang telah lama ditangguhkan di Kaesong hingga membatalkan perjanjian militer lintas batas 2018 lalu.
Korea Utara memang telah lama mempermasalahkan peluncuran balon itu, dan menyebut mereka sebagai 'aksi perang'.
Mereka memperingatkan Seoul untuk menghentikan kegiatan tersebut.
Baca Juga: Pelaku Wisata Purbalingga Desak Bupati Buka Kembali Sektor Pariwisata
Balon-balon itu biasanya membawa pamflet yang mengutuk rezim yang tertutup, pelanggaran hak asasi manusia, dan kepemimpinan Kim.
Dengan mempromosikan demokrasi dan kapitalisme serta tongkat memori USB dan uang kertas sebesar 1 dolar untuk mendorong penduduk Korea Utara untuk mengambilnya.
Hanya beberapa jam setelah Kim Yo-jong mengeluarkan ancaman, Kementerian Unifikasi mengungkapkan rencananya untuk memperkenalkan undang-undang yang melarang peluncuran balon sebagai tanggapan dari protes yang dilayangkan pihak Korea Utara.
Baca Juga: Timnas Indonesia akan Hadapi 3 laga terakhir di Kualifikasi Piala Dunia 2022