Kesaksian Bekas Anggota Menwa UNS, dari Ditampar sampai Dipopor Senjata, Bahkan Jatuh Korban Jiwa

3 November 2021, 11:03 WIB
Ilustrasi kekerasan, Kesaksian Bekas Anggota Menwa UNS yang Pernah Mengikuti Diklat, dari Ditampar sampai Dipopor Senjata, Bahkan Jatuh Korban Jiwa. /Pixabay.

Lensa Purbalingga - Salah seorang warganet yang mengaku pernah menjadi bagian dari anggota Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) Korps Mahasiswa Siaga Batalion 905 Jagal Abilawa Resimen Mahasiswa (Menwa) UNS mencoba menceritakan pengalamannya mengikuti kegiatan Pra Gladi Patria (PGP).

Dia membuat sebuah utas di Twitter pada Minggu, 31 Oktober 2021 yang menceritakan pengalamannya tersebut pada tahun 2013.

Baca Juga: Warganet Keluhkan Jalan di Desa Selakambang Purbalingga Belum Diaspal dan Berlumpur

Akun tersebut membongkar bagaimana para peserta diperlakukan selama kegiatan tersebut. Bahkan, kematian GE bukanlah yang pertama terjadi.

"Setelah berpikir panjang, akhirnya aku memutuskan untuk speak up di twitter. Tragedi Gilang bukanlah yang pertama kali terjadi," tulis akun Twitter tersebut.

Baca Juga: Waspadai Dampak La Nina, Purbalingga Mulai Siaga Bencana

Dia mengatakan, sebenarnya pada tahun 2013 pun pernah jatuh korban jiwa dari kegiatan yang dilakukan oleh Menwa UNS.

"Tahun 2013 juga pernah ada korban meninggal. Tapi gak ada tindak lanjut ke ranah hukum karena keluarga sudah mengikhlaskan, gak ada tindakan autopsi, dan pihak kampus minta diselesaikan secara kekeluargaan tanpa ribut2. Semua pihak diminta bungkam supaya gak tercium media," tulisnya pada utas kedua.

Akun tersebut dapat mengatakan demikian karena dia juga pernah menjadi peserta dari Diklat tersebut.

"Tahun 2013 lalu aku ikut diklat menwa UNS. Waktu itu gak ada kepikiran klo PGP (Pra Gladi Patria)nya separah itu. Dalam bayanganku cuma sebatas dibentak2 dan pelatihan mental aja kayak push up, roll depan/belakang, dll,"

Baca Juga: Sekjen Partai Gerindra: Prabowo Nyapres Lagi demi Selamatkan Aset Negara

Mulanya, dia mengira akan mengikuti Diklat yang standar sebagaimana layaknya dalam sebuah organisasi mahasiswa.

"Karena ini kan lingkungan kampus, bukan lingkungan akademi militer, ya aku pikir gak akan ada tindak kekerasan. Sayang, faktanya gak seindah pemikiranku. Kenyataan di lapangan bagaikan di NERAKA. Total 3 minggu diklat PGP. Aku bakalan ceritain kekerasan apa aja yg aku alami," lanjutnya.

Kegiatan Diklat dari Menwa UNS tersebut dilaksanakan selama tiga Minggu.

"Minggu pertama
Minggu pertama masih santai, peserta masih bisa pulang ke rumah masing2 karena pendidikannya dari pagi-sore aja. Panitia masih kalem. Hukuman sebatas latihan fisik doang. Suasana masih ceria. Tekanan mental belum begitu terasa.

Baca Juga: Ini Pesan Prabowo Subianto ke Sekjen Partai Gerindra

Minggu kedua Mulai kelihatan aslinya. Waktu pertama kali ditampar rasanya spechless kayak gak nyangka ternyata bakalan ada tindak kekerasan. Kekerasan yg aku alami di minggu kedua yaitu ditampar berkali2 dan dipopor senjata. Hukuman ini punya sebutan masing2. Ini seingatku aja ya,"

Kemudian, dia juga menjelaskan beberapa istilah yang digunakan untuk menamai hukuman yang harus diterima peserta Diklat jika melakukan kesalahan.

1.Ditampar bolak balik namanya kipas asmara. Berasa habis pake blush on medok klo kena hukuman ini.
2.Dipopor senjata namanya ranting jatuh. Ini cara hukumannya bagian popor replika senjata yg terbuat dari kayu dijatohin ke kepala," tulisnya.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Minta Warga Jateng Taat Prokes meski Beberapa Kabupaten Sudah Nol Kasus Covid-19

Dia mengira, meninggalnya Gilang pada saat mengikuti diklat Menwa UNS karena mendapatkan hukuman popor senjata.

"Perlu diingat walaupun masing2 peserta dikasih helm baja tetap aja berasa pusingnya karena walaupun senjata replika tapi bobotnya berat banget. Otak rasanya ikut bergoncang semua. Feelingku hukuman ini yang bikin Alm. Gilang meninggal dunia," tulisnya.

Ada pula hukuman berupa pukulan dan push up dengan tangan menggenggam di aspal saat tengah hari.

Beberapa peserta laki-laki, menurut pengakuan akun tersebut tetap harus menerima hukuman push up tersebut meski pangkal ruas jari tangan mereka sudah berdarah dan bernanah.

Sedangkan pada Minggu ketiga pelaksanaan Diklat Menwa UNS ini dilakukan di luar lingkungan kampus.

Pada saat inilah, menurut akun Twitter tersebut para senior semakin bertindak sewenang-wenang kepada peserta Diklat.

"Minggu ketiga acaranya di luar kampus, pihak senior semakin berani dong perlakuannya karena jauh dari kampus. Lokasinya aku masih inget banget. Desa karanglo kec. Tawangmangu," tulisnya.

Baca Juga: Bupati Tiwi: Kesiapsiagaan Bencana Harus Ditingkatkan

Para peserta diklat yang sudah "babak belur" mendapatkan berbagai hukuman dari para senior masih dibohongi agar berjalan dari desa tersebut sampai muka gerbang markas Menwa UNS.

"Bayangkan dari desa karanglo tawangmangu jalan kaki sampai kampus. Masih naik dulu ke candi sukuh trus turun lagi. Jalan kaki dari pagi jam 8 atau 9 pagi sampai kampus jam 4 atau 5 subuh keesokan harinya. Hampir 24 jam jalan kaki, berhenti cuma sebentar2 1-2 jam untuk ishoma (istirahat, solat, makan, ed)" lanjutnya.

Pada saat longmarch inilah si akun Twitter tersebut menceritakan ketika salah seorang peserta menampakkan gejala kurang sehat.

"Jam 3 atau 4 subuh sampai di bonbin jurug, tragedi besar dimulai. Teman seangkatanku bernama RH (inisal, ed), udah mengeluh sakit sejak 2 atau sehari sebelum long march. Keluhannya muntah2 dan diare akut. Udah diobatin panitia tapi gak sembuh-sembuh," tulisnya.

Baca Juga: SBY Kena Kanker Prostat, Begini Penjelasannya

Meski demikian, menurut si penutur, RH tetap ikut longmarch meski terkadang diangkut dengan ambulan.

"Lanjut jalan ke arah kampus lewat jalan di sebelah jurug, ada jalan sedikit menanjak. Disitu aku lihat depan mata kepalaku sendiri RH ambruk gak sadarkan diri. Semua panik, panitia apalagi. Ambulans udah balik dan nggak ngikutin rombongan lagi karena dirasa udah deket kampus," tulisnya mengenang kejadian pilu itu.

RH yang sudah tak sadarkan diri akhir ya dibawa ke rumah sakit menggunakan sepeda motor oleh seniornya.

Sementara, peserta lain tetap melanjutkan kegiatan. Saat sampai di markas Menwa UNS, sekitar pukul 9 diberitahulah para peserta bahwa RH meninggal dunia.

Mereka juga diminta tidak memberi tahu hal tersebut kepada siapapun oleh senior mereka.

"Ketika itu kita benar-benar diwanti-wanti untuk diam. Nggak boleh cerita ke siapapun tentang semua yang terjadi selama diklat. Klo ada yg tanya tentang desas desus Rochim disuruh diam. Pada saat itu sebagai junior cuma bisa pasrah dan manut," tulisnya.***

Editor: Kurniawan

Sumber: Twitter @Novaria P Yudianti

Tags

Terkini

Terpopuler