Dia mengatakan bisa saja persepsi dunia akan mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan yang telah dipandu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Menteri Kesehatan.
Menurut dia, bisa saja kebijakan tersebut berdampak pada sektor ekonomi, terutama bantuan dari luar negeri dan berpengaruh terhadap bursa saham dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
"Peningkatan orang yang terpapar COVID-19 terjadi ketika proses pilkada berlangsung. Jangankan rakyat biasa, calon pemimpin mereka sendiri yang semestinya jadi teladan telah terpapar COVID-19," ujarnya.
Baca Juga: Sebuah Rumah di Pengadegan Roboh Diterpa Angin Kencang
Ia berharap Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR mempertimbangkan kembali pelaksanaan pilkada yang bisa saja dianggap sebagai "biang kerok" peningkatan signifikan COVID-19 di Indonesia.
Menurut dia, jika pilkada diteruskan, maka prosesnya tidak akan berkualitas dan jika dipaksakan tentunya akan melahirkan pemimpin yang patut dipertanyakan kualitasnya.
"Kita jangan membandingkan negara yang tidak menunda pemilu seperti di negara lain yang jumlah penduduknya tidak sebesar jumlah rakyat Indonesia. Lebih baik menunjuk pelaksana tugas kepala daerah sehingga kita bisa fokus menangani pandemi ini dan ekonomi terkendali sesuai protokol COVID-19," katanya.
Baca Juga: Kasus Positif Covid-19 di Indonesia Tembus Angka 200 Ribu
Dia mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan defisit anggaran bisa menjadi baik jika muara penanganan pandemi COVID-19 berjalan secara benar dan terkendali.***
(ANTARA/Imam Budi Laksono)