Lensa Purbalingga - Pernahkan Anda mendengar Jemparingan. Filosofi dalam jemparingan adalah pamenthanging gandewa pamenthenging cipto yang diartikan bahwa pemanah membidik sasarannya dengan menggunakan hati bukan mata.
Olahraga panahan biasanya dilakukan dengan cara berdiri. Namun, apakah Anda pernah melihat orang memanah dengan cara duduk bersila?
Baca Juga: Ini Sejarah Surat Perintah 11 Maret, Surat Peritah Peralihan Orde Lama ke Orde Baru
Tidak hanya memanah dalam kondisi bersila, pemanah juga tidak membidik dengan mata. Busur diposisikan mendatar di hadapan perut sehingga bidikan panah mengandalkan perasaan hati pemanah.
Jemparingan menjadi olahraga peninggalan leluhur yang menjadi tradisi dan budaya Kasultanan Mataram.
“Dilakukan dengan posisi duduk bersila dan berpakaian tradisonal dengan sasaran berupa bandul (wong-wongan) yang berjarak sekira 30 meter,” kata penggemar Jemparingan, Anggit Pinoko Adi, Jumat 11 Maret 2022.
Jemparingan gaya Mataram Ngayogyakarta kini juga dapat ditemui dan mulai bersemi Kabupaten Purbalingga.
Tujuan gladhen (latih tanding) Jemparingan, melestarikan dan mengembangkan jemparingan kepada masyarakat Purbalingga