Tiga Kerajaan Islam Di Jawa Mengakui Eksistensi Perdikan Cahyana Purbalingga

- 18 September 2022, 20:25 WIB
Ilustrasi, Pengakuan tiga Kerajaan Islam Di Jawa untuk Perdikan Cahyana di Purbalingga.
Ilustrasi, Pengakuan tiga Kerajaan Islam Di Jawa untuk Perdikan Cahyana di Purbalingga. /YouTube @Lazardi Wong Jawa.

Lensa Purbalingga - Perdikan Cahyana Purbalingga adalah sebuah desa yang dibebaskan dari pungutan pajak dan upeti ke kerajaan.

Tak main-main, tiga Kerajaan Islam di Jawa mengakui keberadaan desa yang dulunya terletak di Kabupaten Purbalingga ini.

Baca Juga: Ini Dia Beslit dari Raden Patah untuk Wali Perkasa, Orang Purbalingga yang Membangun Masjid Demak

Perdikan Cahyana sendiri, yang diakui oleh tiga Kerajaan Islam di Jawa ini kini telah menjadi beberapa desa yang terletak di Kecamatan Karangmoncol dan Rembang, Purbalingga.

Sugeng Priyadi, dalam jurnalnya yang berjudul "Perdikan Cahyana" menerangkan, mulanya Perdikan Cahyana hanya memiliki satu pemimpin hingga akhirnya pecah menjadi 21 Kademangan yang semuanya diakui oleh Tiga Kerajaan di Tanah Jawa.

Baca Juga: SGN Purbalingga Gelar Pelatihan Juleha Bersertifikat, Targetkan RPH Halal

Pemimpin Perdikan Cahyana Purbalingga pertama adalah Syekh Jambu Karang, seorang mubalig yang konon merupakan putra Kerajaan Pajajaran bergelar Brawijaya Mahesa Tandreman.

Keturunannya yang keempat, Syekh Wali Perkasa, mendapatkan Beslit dari Kesultanan Demak Bintoro atas jasanya membantu membangun Masjid Demak.

Beslit yang disebut Serat Kekancingan itu dibuat Raden Patah, Sultan Demak Bintoro sebagai pengakuannya bahwa Perdikan Cahyana bebas dari pajak atau "Perdikan" karena Allah.

"Penget lajang kang idi Pangeran Sultan ing Demak. Kagaduha dening Mahdum Wali Prakosa ing Tjahjana. Mulane anggaduha lajang Ingsun dene angrowangi amelar tanah, sun tulusaken Pamardikane pesti lemah Pamardikane Allah, tantaha ana angowahana ora sun wehi suka halal dunja aherat. Anaha anak putu aba aniaja. Mugaha kena gutukking Allah lan oliha bebenduning para Wali kang ana ing Nusa Djawa. Estu jen Peperdikaning Allah.Titi”

"Surat dari Pangeran Sultan Demak. Ditujukan kepada Mahdum Wali Perkosa di Cahyana. Melalui surat ini saya mengakui tanah Perdikan 'pamardikan' (merdeka) karena Allah, dan barangsiapa mengubah status itu, saya kutuk tak akan selamat dunia-akhirat. Anak cucunya akan sengsara. Akan terkena laknat dari Allah dan mendapat bala bencana dari Wali se-nusa Jawa. Sungguh merdeka karena Allah,".

Baca Juga: Persibangga Purbalingga Siap Hadapi Liga 3 Asprov PSSI Jateng, Ini Jadwal, Lokasi Bertanding dan Lawannya

Serat Kekancingan ini tersimpan di Museum Sono Budoyo, Yogyakarta dan berangka tahun 1403 tahun Saka atau 1481 Masehi.

Pengakuan ini tak hanya diberikan oleh Kesultanan Demak Bintoro, namun juga diakui oleh Kerajaan Islam berikutnya, Kesultanan Pajang.

Sugeng Priyadi menuliskan, Beslit dari Kesultanan Pajang ini berangka tahun 1503 tahun Saka atau 1581 Masehi.

"Penget lajang kang idinira Sultan ing Padjang. Kagaduha dening Paman Machdum Wali Perkasa ing Tjahjana. Mulane anggaduha lajang ingsun sun tulusaken ingkang idin Sultan ing Demak, pinesti jen iku peperdikaning Allah. Sing sapa angowahana ora sun wehi suka halal dunja aherat. Anak putu aba aniaja muga kenaa gutukullah lan kenaa bebenduning para Wali kang pinetak ing Nusa Djawa, iku ingkang wasiat saking Sultan Demak. Estu peperdikane Allah Ta'ala,"

"Surat dari Sultan Pajang. Ditujukan kepada Paman Machdum Wali Perkasa di Cahyana. Surat yang kami lanjutkan dari Sultan Demak, yang mengakui bahwa Cahyana merdeka karena Allah. Barangsiapa mengubah status tersebut, saya pastikan dinistakan dunia akhirat. Anak cucunya akan sengsara dan semoga terkena laknat dari Allah dan kutukan dari Wali se-nusa Jawa. Demikian wasiat dari Sultan Demak. Benar adanya Merdeka karena Allah,".

Baca Juga: Truk Pakan Ternak di Jalan Raya Desa Langgar Purbalingga Terguling Picu Arus Lalu Lintas Terganggu

Terakhir, Beslit dari Ki Gede Mataram dari Kesultanan Mataram yang juga meneruskan pengakuan atas Perdikan Cahyana.

"Penget lajang kang idinira Kandjeng Kjai Gede ing Mataram. Kagaduha dening Kaki Bujut ing Tjahjana ingsun amalurakaken kang wasiat saking Demak, wasiat saking Padjang, sun tulusaken pinesti atugu bumi peperdikane Allah lan kenaa bebenduning para Wali kang pinetak Nusa Djawa lan ora olih berkahingsun. Poma-poma anak putu anak putuningsun pada ngestokna rowang ingsun ametaraben Mataram. Poma-poma. Kang njerat Khai Ketib Pengulu Bau. Titi."

"Surat dari Kanjeng Kyai Gede Mataram. Ditujukan kepada Kakek Buyut di Cahyana yang diteruskan atas wasiat dari Demak dan Pajang. Saya akui daerah tersebut (Cahyana) merdeka karena Allah dan barangsiapa mengubahnya akan terkena kutukan Wali se-nusa Jawa dan tak saya berkahi ....".

Baca Juga: Ngeri! Motor Tabrak Mobil di Jalan Raya Bojong Purbalingga Saat Hujan Deras, Begini Kondisi Korbannya

Satu hal yang menarik dari ketiga Beslit dari tiga kerajaan Islam di Jawa ini adalah, semuanya mengakui bahwa Perdikan Cahyana Purbalingga merdeka atas izin Allah, bukan atas pemberian raja.

Ketiga pemimpin itu juga mengutuk kepada siapa saja yang berani menghapus status Perdikan Cahyana.

Meski demikian, pada saat Nusantara masuk dalam era Republik Indonesia, status desa Perdikan dihapuskan melalui UU Nomor 13 tahun 1946.

Meski demikian, makam, petilasan, dan peninggalan para Wali dari Perdikan Cahyana tetap dijaga dan dilestarikan.

Banyak orang yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah ke makam dan petilasan Wali Perdikan Cahyana ini seperti petilasan Syekh Jambu Karang, Makam Mahdum Khusen, Wali Perkasa, dan petilasan Mahdum Cahyana.***

Editor: Kurniawan

Sumber: Jurnal Ilmiah Perdikan Cahyana karya Sugeng Priyadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x