Jenderal Ahmad Yani, Kesayangan Sukarno Meninggal Dalam Tragedi G30S PKI

29 September 2021, 18:44 WIB
Tangkapan layar, Jenderal Ahmad Yani. /Instagram @jendralahmadyani1906_fanspage.

Lensa Purbalingga - Satu dari tujuh korban penculikan G30S PKI adalah Jenderal Ahmad Yani. Dia dianggap orang yang bertanggungjawab atas desas-desus pembentukan Dewan Jenderal yang akan menggulingkan Sukarno.

Ahmad Yani lahir di Purworejo, 22 Juni 1922. Di usia 5 tahun dia bersama orangtuanya pindah ke Bogor karena sang ayah, Sarjo, mendapatkan pekerjaan bekerja kepada seorang Jenderal Belanda.

Baca Juga: Truk Terguling di Purbalingga, Akses Jalan Menuju Wonosobo Sempat Lumpuh Total

Karirnya di dunia militer dia rintis ketika pemerintah Hindia Belanda menerapkan wajib militer bagi para pelajar. Waktu itu Ahmad Yani sedang menempuh pendidikan AMS di Jakarta.

Ahmad Yani mengikuti pendidikan militer di Dinas Topografi Militer di Malang lalu melanjutkan di Bogor. Pangkat pertama yang dia sandang adalah sersan.

Baca Juga: 56 Pegawai KPK Tidak lolos TWK Ditarik Jadi ASN Polri, Ini Tanggapan Mahfud MD

Pada masa pendudukan Jepang, Ahmad Yani tergabung dalam pasukan PETA di Bogor. Sebelumnya, dia mengikuti pendidikan Heiho di Malang.

Saat pecah perang revolusi fisik Ahmad Yani yang waktu itu menjadi Komando TKR Purworejo bersama pasukannya berhasil menahan pasukan Belanda di daerah Pingit.

Baca Juga: Bupati Tiwi: Kepastian Perbaikan dan Kelanjutan Pembangunan Jembatan Merah Purbalingga Tunggu Hasil Audit BPKP

Ketika kedaulatan Republik Indonesia diakui Belanda pada 1949, Ahmad Yani ditempatkan di Tegal dengan pangkat Letnan Jenderal.

Dia mendapat membentuk pasukan khusus yang diberi nama Banteng Raiders. Tugas pasukan ini adalah menumpas pasukan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo.

Baca Juga: Gempa Magnitudo 3.0 Guncang Brebes, 23 Rumah Rusak

Berkat kegemilangan dan kecerdasannya, Ahmad Yani berkesempatan memperdalam ilmu kemiliterannya di Command and College Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama sembilan bulan.

Setelah itu Ahmad Yani mengikuti pendidikan selama dua bulan di Special Warfare Course di Inggris.

Baca Juga: Viral di Facebook Sebuah Truk Terguling Menutupi Jalan di Tanjakan Sirnabaya Larangan Pengadegan Purbalingga

Pada masa-masa itu, integritas negara terancam oleh gerakan separatis. Salah satunya pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatra. Ahmad Yani yang saat itu berpangkat Kolonel berhasil meredam pemberontahan PRRI.

Prestasi dan karir militernya terus menarik. Pada 23 Juni 1962 Ahmad Yani diangkat menjadi Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) oleh Presiden Sukarno.

Jabatan tertinggi Ahmad Yani adalah Menteri Panglima Angkatan Darat. Dia dikenal dekat dengan Sukarno dan dirasa pas untuk menduduki jabatan itu.

Baca Juga: Kedatangan Menteri Sandiaga Uno, Fadli Zon: Pentingnya Pelestarian Keris

Karir Ahmad Yani harus berkesudahan dengan tragis pada pagi dini hari 1 Oktober 1965. Di pagi buta itu sekelompok pasukan yang dikemudian hari dikenal sebagai pasukan G30S (Gerakan 30 September) datang ke rumahnya.

Ahmad Yani menolak saat pasukan itu memintanya keluar untuk dihadapkan kepada Presiden Sukarno. Ahmad Yani sempat melawan sebelum akhirnya dia harus tewas oleh peluru yang dilepaskan Sersan Gijadi.

Baca Juga: Fadli Zon Memuji TV One Yang Akan Menayangkan Film Pengkhianatan G30 S PKI

Jasadnya dibawa pasukan itu menuju daerah Lubang Buaya. Pada 4 Oktober 1965, jasad Ahmad Yani dan 6 korban penculikan lainnya ditemukan berada di dalam sumur tua.

Jasadnya lalu dikebumikan secara layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Negara lalu menggelarinya Pahlawan Revolusi pada 5 Oktober 1965.***(TM)

Editor: Kurniawan

Tags

Terkini

Terpopuler