Dianggap Lemah dalam Menangani Corona, Presiden Jokowi Bisa Dimakzulkan

2 September 2020, 11:52 WIB
Presiden Jokowi./Twitter.com/@jokowi /

Lensa Purbalingga - Analis Politik dan Ekonomi Rustam Ibrahim mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi sangat berpotensi untuk dimakzulkan akibat terlalu lemah dalam menangani pandemi Covid-19.

Ketika beberapa negara berhasil menekan jumlah kasus positif Covid-19, di Indonesia justru sebaliknya. Laju kasus positif Covid-19 semakin tak terkendali.

Bahkan, puncaknya terjadi ketika 100 dokter meninggal dunia dan menjadi yang tertinggi di dunia.

Baca Juga: Update 1 September 2020: Kasus Positif di Indonesia Bertambah 2.775, Total Ada 177.571

Baca Juga: Kegiatan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa, Bupati Tiwi: Bergerak, Jangan Minta Dulu!

Baca Juga: Ditengah Pandemi, Warga Dusun Jayagiri Lakukan Tradisi Sedekah Bumi

Rustam Ibrahim melalui akun Twitter-nya @RustamIbrahim pada Rabu, 2 September 2020 mengatakan bahwa kelemahan dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi Indonesia bisa menjadi faktor dimakzulkannya Presiden Jokowi.

Kelemahan utama Presiden Jokowi, menurut Rustam, tidak melibatkan partisipasi seluruh komponen bangsa dalam upaya melawan pandemi dan memulihkan ekonomi, khususnya civil society organization (CSO/NGO) dan sektor swasta.

Menurutnya, Presiden Jokowi terlalu mengandalkan peran negara dengan birokrasi sipil dan militernya.

Baca Juga: Pabrik Elektronik Polytron PT Hartono di Demak Kebakaran

Rustam kemudian membandingkan dengan ketika Aceh dihantam tsunami tahun 2004. Ketika itu, ratusan CSO, NGO, LSM terlibat aktif di berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, UMKM dan lainnya, membantu memulihkan Aceh.

Hanya dalam beberapa tahun, Aceh pulih kembali, bahkan lebih baik dari sebelum dihantam tsunami.

"Sekarang CSO/NGO sangat jauh dari Jokowi," kata Rustam.

Baca Juga: Sekolah di Banyumas Diizinkan Pembelajaran Tatap Muka

Sektor swasta yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 memang diberi berbagai keringanan dan stimulus oleh pemerintah. Tapi, kata Rustam, pengusaha tidak diminta tanggungjawabnya membantu pemerintah hadapi pandemi.

Menurut Rustam perlu dibedakan perusahaan dengan pengusaha. Usaha mereka bisa bangkrut, tapi kekayaan pribadi tetap utuh.

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di GALAMEDIANEWS.com dengan judul "Miliki Banyak kelemahan, Presiden Jokowi Pun Berpotensi Dimakzulkan" pada 2 September 2020

Kelemahan lain dari kepemimpinan Presiden Jokowi yang disebutkan Rustam yaitu kurang mengembangkan perannya sebagai solidarity maker, mengobarkan semangat, mempersatukan, dengan retorika seperti ditunjukkan waktu kampanye.

Baca Juga: PA 212 Agendakan nobar film G-30-S PKI di Berbagai Mushola dan Masjid

"Sekarang tampaknya preoccupied sebagai "jubir situasi pandemi & ekonomi Indonesia," katanya.

Tetapi, menurut Rustam, Presiden Jokowi masih punya waktu tiga tahun untuk mengubah gaya kepemimpinannya itu.

Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang Reformasi Keuangan akan menghancurkan ekonomi dan keuangan Indonesia, bila pemerintah kekeh menerbitkan Perppu tersebut.

Baca Juga: Hindari Pageblug, Warga Wringinharjo Gelar Tradisi Sura secara Rutin

Lebih jauh, penerbitan Perppu ini dimungkinkan memakzulkan Presiden.

Sebagaimana diketahui, pemerintah mewacanakan menerbitkan Perppu tentang Reformasi Keuangan guna mengantisipasi tekanan krisis yang lebih berat akibat wabah Covid-19.

Namun yang menjadi sorotan adalah Perppu ini akan merombak struktur dan wewenang otoritas keuangan, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).

"Perppu ini bukan hak sewenang-wenang Presiden. Jadi Perppu ini tidak bisa diterbitkan sembarangan. Jadi kok saya bingung dari kemarin ini kok ada Perppu direncanakan," ujar Anthony saat diskusi online bertajuk Stabilitas Sektor Finansial dan Perppu Reformasi Keuangan di Jakarta secara online, Selasa 1 September 2020.

Baca Juga: Sebuah Universitas di Jerman Tawarkan Beasiswa untuk Tidak Melakukan Apa-apa

Menurutnya, Presiden hanya dapat menerbitkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhakmenetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

"Kalau tidak ada ini (kegentingan memaksa), maka akan melanggar konstitusi, melanggar UUD. Saya prioritaskan ini karena jangan sampai Presiden terjebak oleh oknum-oknum yang ingin melakukan sesuatu dengan mudah, mencetak uang dengan mudah, ingin menguasai sektor keuangan dengan mudah, lalu membisiki Presiden ya kita Perppu-kan saja".

"Padahal (Perppu) ini hak konstitusi Presiden dalam kondisi tertentu, dalam kegentingan yang memaksa. Kalau tidak ada, bisa melanggar UUD dan kemungkinan akan berbuntut pada impeachment atau pemakzulan, kasihan sekali Presiden kita," katanya.

Baca Juga: Balai KB Kemangkon Adakan Lomba Foto Menggunakan Ponsel

Menurutnya, kegentingan memaksa itu apabila ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat, dan Undang-Undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai.

Dan juga, lanjut dia, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena memerlukan waktu cukup lama, sedangkan keadaan mendesak tersebut memerlukan kepastian hukum untuk diselesaikan.

"Jadi Perppu itu bukan untuk merevisi Undang-Undang. Ini salah besar, ini salah kaprah. Perppu yang direncanakan adalah ilegal karena tidak memenuhi unsur kebutuhan mendesak, tidak memenuhi unsur hal ihwal kegentingan yang memaksa," tegasnya.***

(GALAMEDIANEWS/Dicky Aditya)

Editor: Majid Ngatourrohman

Sumber: Galamedianews

Tags

Terkini

Terpopuler