Lensa Purbalingga - Babad Banyumas Mertadiredjan adalah salah satu versi Babad Banyumas yang ditulis antara tahun 1816-1830.
Babad Banyumas Mertadiredjan adalah naskah babad milik Adipati Mertadiredja I, Bupati Kanoman Banyumas.
Baca Juga: Tarif Angkutan Umum di Purbalingga Naik Seiring Harga BBM Naik, Ini Besaran
Babad ini ditulis ulang sekitar tahun 1904 oleh Carok Jaksa Magetan, Raden Natahamidjaja.
Salinan inilah yang dikenal oleh masyarakat umum Banyumas sebagai Babad Banyumas.
Baca Juga: Truk Boks Terguling di Jalur Bayeman Purbalingga Karena Hindari Motor Berhenti Mendadak
Kemudian, pada 2020, Nasirun Purwakartun menranslet naskah tersebut ke bahasa Indonesia.
Babad Banyumas Mertadiredjan ini ditulis dalam bentuk macapat yang terdiri dari ratusan guru Gatra dan bait.
Baca Juga: Serial Babad Banyumas Mertadiredjan: Raja Kyai Tolih Masuk Perangkap Raja Majapahit
Berikut adalah lanjutan Babad Banyumas Mertadiredjan yang menuliskan tentang Kyai Tolih Kewalahan dalam Jebakan Raja Majapahit dalam bahasa Indonesia:
235.
Memang dijaga Yang Maha Kuasa
Keraton Majapahit menjadi menakutkan
Kerajaan seorang raja besar
Raja yang mempunyai tuah
Keturunan dari leluhur yang dikasihi Tuhan
Raja Besar Brawijaya
pengaruhnya membuat celaka
Baca Juga: Serial Babad Banyumas Mertadiredjan: Raja Majapahit membuat Siasat Lawan Kyai Tolih
236.
Yang tengah kelimpungan jalannya
Burung Garuda terbang tak tahu arah
Yang naik menjadi bingung dibuatnya
Hatinya resah gelisah tak karuan
Seluruh ilmunya hilang, lemas badannya
Sudah tak punya lagi keberanian
Kyai Tolih pusing bercampur sedih hati
237.
Sampai akhirnya sang Garuda sangat lelah
Dan haus luar biasa
Namun melihat ke Utara ke Selatan
Di luar istana kerajaan
Terlihat sangat terang namun tak terlihat ada genangan air
Seluruh sumur terlihat tertutup
Hingga segera terbang menjauh dari istana
Baca Juga: Serial Babad Banyumas Mertadiredjan: Kyai Tolih Diperintah Membunuh Raja Majapahit
238.
Untuk mencari air
Setelah lama terbang, ia melihat ada sumur di tengah halaman
Yang tidak tertutup bibirnya
Terlihat jernih berkilauan airnya
Turunlah segera sang burung ke sana
Membuat angin puyuh bergemuruh
239.
Bergetar bagai gempa halaman rumah Sang Patih
Angin kencang bertiup sangat menakutkan
Tanaman hias saling bertumbangan
Dahan-dahan pohon patah berjatuhan
Tanaman bunga hancur berantakan
Kyai Patih bertanya dalam hati
Sambil tetap bersembunyi di bawah pohon Nagasari.***