Mengenal Joko Tingkir, Raja Pertama Kesultanan Pajang

- 1 Agustus 2022, 21:10 WIB
Makam Joko Tingkir di Butuh sekaligus tempat istri dan orang tuanya disemayamkan
Makam Joko Tingkir di Butuh sekaligus tempat istri dan orang tuanya disemayamkan /visitjawatengah.jatengprov.go.id

Lensa Purbalingga - Jaka Tingkir atau Joko Tingkir merupakan raja pertama dari Kesultanan Pajang yang berdiri di perbatasan Surakarta dan Sukoharjo.

Nama Jaka Tingkir atau Joko Tingkir sangat terkenal sebagai salah satu legenda di masyarakat Jawa Tengah.

Jaka Tingkir merupakan putra dari Ki Ageng Butuh (Raden Kebo Kenanga) dari pernikahannya dengan Roro Alit putri Sunan Lawu. Menilik dari silsilahnya, Sunan Lawu adalah putra dari Prabu Brawijaya V.

Baca Juga: Lagu Joko Tingkir Ngombe Dawet” Dikritik Pegiat Seni Purbalingga

Nama panggilan Jaka Tingkir saat kecil yaitu Raden Mas Karebet. Saat beranjak dewasa, Jaka Tingkir diperintahkan untuk mengabdi ke Kerajaan Demak.

Dengan menggunakan getek (rakit), Jaka Tingkir dan ketiga sahabatnya yaitu Pangeran Monco Negoro, Kanjeng Tumenggung Wilomarto, dan Kanjeng Tumenggung Wuragil. berangkat.

Salah satu legenda menyebut dalam perjalanan di sungai Bengawan Solo, Jaka Tingkir sempat melawan seekor buaya yang akhirnya bisa dikalahkan dan mengiringinya hingga Demak.

Baca Juga: Ini Lirik Lagu Joko Tingkir Ngombe Dawet yang Sedang Viral

Sampai di Demak, terjadi kisruh dimana seekor kerbau mengamuk dan Jaka Tingkir bisa menundukkannya.

Hal ini meluluhkan hati Raja Demak II yang mengangkatnya sebagai menantu dengan gelar Sultan Hadiwijaya.

Jaka Tingkir Naik Tahta

Jaka Tingkir akhirnya naik tahta dan bersanding dengan Ratu Mas Cempaka putri Sultan Trenggono.

Baca Juga: Ini Sejarah Awal Mula Desain Vespa yang Melegenda di Dunia

Namun perjalanan kepemimpinannya tidak berjalan mulus karena para cucu Prabu Brawijaya V tak ingin ia menduduki tahta.

Jaka Tingkir tidak melawan dengan kepercayaan "Wani ngalah iku luhur wekasane, menang tanpa ngasorake" yang artinya "Berani mengalah itu tinggi derajatnya, menang tanpa merendahkan".

Hal ini membuat Jaka Tingkir diangkat menjadi raja Demak IV den sempat memindahkan ibukota Demak dipindahkan ke Pajang Kartasura (Sukoharjo-Surakarta).

Baca Juga: Santri Gayeng Nusantara Kabupaten Purbalingga Siap Berkontribusi Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Pemindahan ini diambil demi menjaga keamanan rakyat akan berlangsungnya konflik. Kemudian Jaka Tingkir diberi gelar menjadi Sultan Hadiwijaya Raja Pajang I.

Akhir Hayat Jaka Tingkir

Jaka Tingkir memimpin Kerajaan Pajang selama 40 tahun antara tahun 1546 hingga 1587.

Meski ada versi di mana Raden Jaka Tingkir dikabarkan dibunuh oleh Pangeran Benowo I, namun ada juga yang menyebut ia mengundurkan diri.

Baca Juga: Ketua Santri Gayeng Nusantara Purbalingga, Gus Labib: Penyembelihan Hewan Harus Halal

Selepas turun tahta, Raden Jaka Tingkir menyepi di Dukuh Butuh, Plupuh mengikuti jejak orang tuanya.

Hari-harinya dihabiskan untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, yang tempatnya kini diabadikan menjadi Masjid Butuh.

Jaka Tingkir di makamkan bersama orang tua dan istrinya di Makam Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen.

Baca Juga: Izin Ponpes Shiddiqiyah Batal Dibekukan, Santri Kini Bisa Belajar dengan Tenang

Makam ini masih dirawat dan pernah mengalami beberapa kali pemugaran terutama pada masa Pakubuwono X.

Kawasan Masjid Butuh dan Makam Jaka Tingkir juga telah diresmikan sebagai cagar budaya kabupaten Sragen sesuai SK Bupati tahun 2018.

Makam Jaka Tingkir di Desa Butuh hingga kini masih digunakan oleh para petinggi Keraton Solo dan masyarakat untuk berziarah.

Di kawasan tersebut juga tersimpan sisa getek Jaka Tingkir berupa potongan kayu jati yang diperkirakan berusia sekitar 400 tahun, yang digunakan untuk berangkat ke Kerajaan Demak.

 

 

Editor: Teguh Priyatno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah