Lensa Purbalingga - DPR RI bersama pemerintah pada akhirnya sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-undang. Kesepakatan itu diambil melalui hasil rapat paripurna, Senin 5 Oktober 2020.
Namun dalam perjalanannya, proses pengesahan RUU Cipta Kerja diwarnai dengan perdebatan hingga menimbulkan ketegangan sampai Fraksi Partai Lain dan sejumlah rakyat Indonesia bersuara menolak adanya pengesahan RUU Cipta Kerja yang merugikan masyakat.
Baca Juga: Gegara RUU Ciptaker Disahkan, Dua Juta Buruh Bakal Mogok Kerja Hari Ini
Baca Juga: Ratusan Massa dari Aliansi Serikat Buruh Lakukan Aksi Protes UU Cipta Kerja Hari Ini
Baca Juga: Resmi! Edinson Cavani ke MU, Mampukah El Matador Taklukkan Liga Inggris?
Omnimbus law yang disahkan pemerintah kepada DPR RI mencakup 11 klaster yang diantaranya adalah:
1. Penyederhanaan perizinan
2. Persyaratan investasi
3. Kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM
4. Dukungan riset dan inovasi
5. Ketenagakerjaan
6. Pengenaan sanksi
7. Kawasan ekonomi
8. Kemudahan berusaha
9. Pengadaan lahan
10. Investasi dan proyek pemerintah
12. Administrasi Pemerintahan
Baca Juga: Pertahanan Bobrok, MU Rekrut Alex Telles. Berikut Ini Detail Transfernya!
Sementara itu, Omnibus Law menjadi kontroversi karena dianggap merugikan pekerja, dampak tersebut di antaranya:
1.Terkait upah minimum
Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2005, penetapan upah dilakukan di provinsi serta kabupaten/kota/ Sehingga menetapkan UMP sebagai satu-satunya acuan besar nilai gaji.
2. Memangkas pesangon
Pemerintah akan memangkas pesangon yang diwajibkan pengusaha jika melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja).
Baca Juga: Alhamdulillah, Subsidi Gaji Tahap 3 untuk 3,5 juta Calon Penerima Telah Dimulai
3. Penghapusan izin atau cuti
Penghapusan izin atau cuti khusus antara lain untuk cuti atau tidak masuk saat haid hari pertama, keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/keguguran dalam kandungan hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia.
4. Outsourcing semakin tidak jelas
Outsourcing semakin tidak jelas karena menghapus pasal 64 dan 65 tentang ketenagakerjaan .
5. Memberikan ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja tanpa batas
Aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya boleh dilakukan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.***