Baca Juga: Warga Kutabawa Purbalingga Tagih Janji Perbaikan Jalan Rusak, Ini Tanggapan DPUPR
Mbah Wira menceritakan, setelah Raja Brawijaya Mahesa Tandreman wafat, Mundingwangi sebagai putra mahkota menggantikan kedudukan ayahnya. Tapi jabatan itu tidak disandangnya terlalu lama.
“Jadi, ketika ayahandanya meninggal, dia (Mundingwangi) diangkat menjadi ratu. Baru 8 bulan menjabat, dia undur diri karena mendapat ilham dari Pangeran.
"Dia disuruh bertapa di Gunung Karang.” Katanya sambil menyulut rokok tingwe (linting dewe) yang tersunting di jemarinya.
Baca Juga: Pertandingan Ujicoba ke 3, Persibangga Purbalingga Hanya Mampu Menahan Imbang PSIP Pemalang
Di Gunung Karang, lanjut Mbah Wira, Mundingwangi bertapa di bawah pohon jambu, dari tempat bertapanya itulah kemudian dia dijuluki Pangeran Jambu Karang.
Menurut penuturan Mbah Wira, Dia bertapa selama 8 tahun, lalu pada suatu ketika dia melihat cahaya putih berjumlah 3 buah yang memancar ke langit.
Dia melihat cahaya itu berada di Timur. Lalu diburulah cahaya itu.
“Pangeran Jambu Karang dari pertapaannya pergi menuju Muara Karawang, menaiki perahu sampai ke Comal. Sampai di sana, dia melihat cahaya ada di sebelah Barat Daya,"
"Maka dari itu dia berjalan ke arah itu, mendaki daerah Tumbangan, lalu menelusuri lereng disebalik bukit itu (nelusup), maka daerah itu kelak diberi nama Panusupan (desa Panusupan berada di Kecamatan Karangmoncol).” ujar Mbah Wira.