Awal mula proses produksi dan penentuan harga terjadi pada zaman Jepang. Melihat masyarakat masih menggunakan pakaian terbuat dari karung goni, warga desa Tajug kemudian mencetuskan pembuatan kain tenun kluwung sebagai baju. Ada juga yang menggunakan sebagai kain untuk menggendong dagangan atau menggendong anak kecil, sehingga disebut Kluwung gendong.
Baca Juga: WNI Meninggal Karena Positif Covid-19 Di Malaysia
“Saat ini kami akui, kejayaan kain tenun Kluwung telah berlalu. Bahkan, kondisinya terancam lantaran perajinnya hanya tersisa sekitar 10 orang. Enam perajin masih aktif dan rutin menenun. Sedangkan lainnya hanya memproduksi ketika ada pesanan,” kata Kuswoyo.
Kuswoyo menambahkan, jumlah produksi maupun pemasaran sudah menurun mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. “Biasanya untuk pasaran tertinggi adalah wilayah Bumiayu dan Wonosobo. Kain tenun Kluwung juga tidak lagi untuk pakaian atau baju, tetapi sebagai alat untuk menggendong,” tambahnya. (*)