Lagu 'Joko Tingkir Ngombe Dawet” Dikritik Pegiat Seni Purbalingga

- 1 Agustus 2022, 20:36 WIB
SBJ Utomo, pegiat seni dan budaya di Purbalingga
SBJ Utomo, pegiat seni dan budaya di Purbalingga /Teguh Priyatno/

Lensa Purbalingga - Lagu Joko Tingkir Ngombe Dawet mendadak viral. Lagu berbahasa Jawa ini tanpa diketahui dan tertulis NN kini akrab ditelinga pendengarnya.

Namun, viralnya lagu ini mendapat kritikan dari seorang pegiat seni dan budaya di Purbalingga.

Menurut SBJ Utomo, kata Joko Tingkir ngombe dawet ini dianggap tidak menghargai silsilah Joko Tingkir sebagai Raja pertama Kesultanan Pajang

Joko Tingkir atau Raden Mas Karebet merupakan raja pertama dari Kesultanan Pajang yang berdiri di perbatasan Surakarta dan Sukoharjo.

Baca Juga: Ini Lirik Lagu Joko Tingkir Ngombe Dawet yang Sedang Viral

Joko Tingkir merupakan putra dari Ki Ageng Butuh (Raden Kebo Kenanga) dari pernikahannya dengan Roro Alit putri Sunan Lawu. Menilik dari silsilahnya, Sunan Lawu adalah putra dari Prabu Brawijaya V.

“Nama Joko Tingkir sangat terkenal di masyarakat Jawa Tengah. Hargai dong nama besar beliau. Ini malah dijadikan syair lagu. Kurang menghargai menurut saya,” katanya.

Ia berharap, untuk para pencipta lagu, ketika membawa nama-nama tokoh, carilah artikelnya atau sejarahnya terlebih dahulu.

Baca Juga: Santri Gayeng Nusantara Kabupaten Purbalingga Siap Berkontribusi Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

“Prihatin sekali. Nama Joko Tingkir buat mainan. Saya takutnya, masyarakat apalagi generasi muda mengenal Joko Tingkir itu bukan tokoh besar,” katanya

Dia berharap, syair lagu ini dapat diganti, tidak lagi menggunakan nama Joko Tingkir. Syair lagu Joko Tingkir ngombe dawet bisa diganti menjadi nggawa cangkir tuku dawet.

Karena Joko Tingkir atau Raden Mas Karebet itu tokoh besar,” katanya

Ia meminta untuk seluruh generasi muda mau membaca sejarah Joko Tingkir yang akhirnya akan mengenal lebih dalam perjalanan perjuangan Joko Tingkir.

Baca Juga: Ketua Santri Gayeng Nusantara Purbalingga, Gus Labib: Penyembelihan Hewan Harus Halal

“Bertanyalah kepada guru di sekolah siapa Joko Tingkir. Bisa juga mengunjungi museum agar mendapatkan tambahan pengetahuan. Tentunya agar tidak kehilangan arah sejarah,” katanya.

Sebagai informasi, merangkum dari berbagai sumber, Jaka Tingkir memimpin Kerajaan Pajang selama 40 tahun antara tahun 1546 hingga 1587.

Jaka Tingkir di makamkan bersama orang tua dan istrinya di Makam Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen.

Baca Juga: Izin Ponpes Shiddiqiyah Batal Dibekukan, Santri Kini Bisa Belajar dengan Tenang

Makam ini masih dirawat dan pernah mengalami beberapa kali pemugaran terutama pada masa Pakubuwono X.

Kawasan Masjid Butuh dan Makam Jaka Tingkir juga telah diresmikan sebagai cagar budaya kabupaten Sragen sesuai SK Bupati tahun 2018.

Makam Jaka Tingkir di Desa Butuh hingga kini masih digunakan oleh para petinggi Keraton Solo dan masyarakat untuk berziarah.

Di kawasan tersebut juga tersimpan sisa getek Jaka Tingkir berupa potongan kayu jati yang diperkirakan berusia sekitar 400 tahun, yang digunakan untuk berangkat ke Kerajaan Demak.

 

 

Editor: Teguh Priyatno


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x