Klaster Covid-19 di Jakarta Sulit Dihadapi, Faisal Basri Sebut Pemerintah Pusat Pengganggunya

- 19 September 2020, 10:48 WIB
Faisal Basri saat menyampaikan pendapatnya dalam acara Mata Najwa./Tangkapan layar YouTube Najwa Shihab
Faisal Basri saat menyampaikan pendapatnya dalam acara Mata Najwa./Tangkapan layar YouTube Najwa Shihab /

Lensa Purbalingga - Ekonom Faisal Basri bicara blak-blakan soal campur tangan pemerintah pusat terhadap PSBB total Jakarta dalam acara Mata Najwa yang ditayangkan Kamis, 17 September 2020 melalui akun YouTube Najwa Shihab. 

Faisal Basri mengatakan hal demikian sesaat setelah Wakil Gubernur Jakarta, Riza Patria menyampaikan masalah klaster perkantoran di Jakarta yang menjadi sumber baru penyebaran Covid-19 dan membuat Covid-19 di Jakarta kian sulit dihadapi.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya pada artikel "Wagub Jakarta Mengaku Sulit Hadapi Klaster Covid-19, Faisal Basri: Pengganggunya Pemerintah Pusat".

Baca Juga: Pilih Transaksi Digital Selama Masa PSBB, Simak Cara Top Up ShopeePay

Baca Juga: Dua Kabupaten di DIY Masuk Zona Berisiko Tinggi Penularan COVID-19

Baca Juga: Lirik Lagu 'I Love You' dari TREASURE

Ia mengaku hingga saat ini pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk membantu mengurangi pasien positif Covid-19 pada klaster perkantoran.

Menurutnya, sederet cara juga dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta.

Di antaranya meminta setiap perusahaan melakukan pengecekan suhu, menjaga jarak dan pembagian shift kerja.

"Yang pertama sejak kami berlakukan PSBB transisi sebanyak 50 persen kami minta ada cek suhu, wastafel, jaga jarak, pake masker, masuk dan istirahat pulang kantor dibagi shift kerja agar tidak terjadi penumpukkan di tempat umum bahkan di kantor," ujar Riza.

Baca Juga: Seorang Calon Pekerja RDMP Pertamina Terpapar Covid-19, Warga Lomanis Cilacap Resah

Wakil Gubernur menambahkan, pengawasan eksternal melalui pengelola gedung telah dilakukan.

"Jadi pertama ada pengawasan eksternal dan pengelola gedung, kami minta membuat Satgas (Satuan Tugas, red) monitoring bahkan kami minta setiap kantor atau PT menunjuk petugas untuk sebagai kader Covid-19 atau pengasawas internal," tambahnya.

Bahkan setiap minggu, terdapat kuisioner yang wajib diisi oleh setiap karyawan yang nantinya diteruskan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

"Berbagai upaya kami lakukan sesungguhnya namun di DKI Jakarta ini ada beberapa masalah, yang pertama memang kantor-kantor di Jakarta ini umumnya sempit karena kan sewa kantor mahal, dan tidak semua memiliki jendela yang memadai jadi ruangan kantor itu ber-AC tidak ada jendela," ujar Riza Patria.

Baca Juga: 9 Fakta tentang Pembunuhan dan Mutilasi di Kalibata City

Sementara masalah kedua yakni tak menjaga jarak dan melepas masker saat bertemu rekan sejawat di perkantoran.

"Ketika keluar dari rumah berdisiplin menjaga jarak, menggunakan masker tapi saat di kantor karena mungkin merasa satu teman sejawat jadi merasa dekat jadi masker dibuka, lupa dengan jaga jarak," ujarnya.

Riza Patria mengakui bahwa kondisi tersebut tidak mudah, sebisa mungkin pihaknya tetap bekerja sama dengan pengelola gedung agar membantu mengurangi penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta.

Baca Juga: Polres Bogor Dalami Kasus Tendangan Terbang yang Dilakukan Satpol PP ke Mahasiswa HMI

Meskipun sederet upaya telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta seperti yang telah disebutkan oleh Wakil Gubernur, terdapat pandangan lain dari Ekonom Faisal Basri.

Ia menyatakan bahwa para pelanggar protokol kesehatan di DKI Jakarta sebenarnya merupakan orang-orang 'kuat'.

Sehingga menurut Faisal, tak heran jika sebelumnya Riza Patria mengaku bahwa pihaknya sulit mengatur kluster perkantoran.

"Protokol ini sulit, pak Wagub (Wakil Gubernur) itu menghadapi kendala karena yang melanggar itu orang-orang kuat. Jadi yang melanggar itu kementerian, yang melanggar itu BUMN, yang melanggar itu perusahaan swasta besar yang punya back up politik dan barangkali juga punya partai politik begitu jadi ya inilah realitasnya," ujarnya.

Baca Juga: Mendagri Tito Karnavian Minta Tidak Ada Pengumpulan Massa pada Tahapan Pilkada 2020

Faisal Basri mengatakan, sebaiknya DKI Jakarta disokong oleh pemerintah pusat agar segala kebijakan yang diterapkan dapat dijalankan secara maksimal.

"Tolong Pemda itu di-back up oleh pemerintah pusat, kalau presiden untuk perintahkan kementerian ketat, BUMN ketat, kantor-kantor pemerintah ketat, DPR ketat, MPR, DPD semua barulah Pemda itu punya gigi karena giginya harus minjem dari gigi pusat," tambahnya.

Pengecualian terhadap perusahaan tertentu pun menjadi faktor lain kluster Covid-19 di wilayah perkantoran tetap terjadi.

Baca Juga: Pelajaran Sejarah Akan Dihapus? Kemendikbud: Masih dalam Tahap Kajian Akademis

"Misalnya kantor ditutup ada 11 yang esensial, yang boleh semi-esensial boleh beroperasi 50 persen namun kalau kita lihat menteri nanti bikin disposisi, tolong pabrik ini dibolehkan, kalau sudah ada disposisi pengecualian, semua minta pengecualian," ujar Faisal.

Jika dilihat dari permasalahan yang telah ada, Faisal Basri menegaskan bahwa sumber utama penyebaran Covid-19 masih melonjak di DKI Jakarta disebabkan oleh pemerintah pusat.

"Jadi pengganggunya adalah pemerintah pusat," pungkasnya.***

(Pikiran-Rakyat.com/Farida Al-Qodariah)

Editor: Majid Ngatourrohman

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x