Penularan Virus Corona Melalui Udara, Transportasi Publik Jadi Tempat yang Paling Mengkhawatirkan

6 Juli 2020, 05:24 WIB
Foto: Reuters/Hannah A Bullock and Azaibi Tamin /Tim Lensa Purbalingga/

Lensa Purbalingga - Sebanyak 239 peneliti dari 32 negara dalam surat terbuka kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, virus corona mungkin dapat bertahan sebagai partikel-partikel kecil di udara dalam waktu yang lama dan mengambang beberapa meter.

Ruang tertutup dengan ventilasi yang buruk seperti transportasi publik menjadi tempat yang paling mengkhawatirkan.

Sebab, walaupun masyarakat mematuhi peraturan pembatasan sosial seperti jaga jarak 2 meter satu sama lain, penyebaran virus dapat tetap terjadi.

Baca Juga: Kepergok dan Lari, Pencuri Kambing di Purbalingga Ditangkap karena Motor Ketinggalan di Kandang

Baca Juga: DLH Purbalingga Apresiasi Pengelolaan Bank Sampah Bestari Selabaya

Baca Juga: Polisi Gerebek Tempat Karaoke di Kutasari Purbalingga

"Kami 100 persen yang mengenai ini," kata profesor ilmu atmosfer dan rekayasa lingkungan Queensland University of Technology, Lidia Morawska.

Ia merupakan salah satu pakar yang mengirimkan surat terbuka tersebut.

Seperti dilansir dari media Australia the New Daily, Minggu 5 Juli 2020, para peneliti mengatakan, Pedoman pencegahan penularan yang dikeluarkan WHO mengabaikan bukti penularan di udara.

Baca Juga: Penting! Calon Siswa Terbukti Manipulasi Data PPDB 2020 SMA/SMK, Ganjar: Tidak akan Kasih Toleransi

Baca Juga: Dampak Covid-19, Sejumlah 14.000 Pekerja Airbus Berpotensi Terkena PHK

Artikel ini sebelumnya telah tayang di wartaekonomi.co.id dengan judul "Ilmuwan: Makin Banyak Bukti Virus Corona Menular Lewat Udara"

Pertama, dari tetesan air liur orang yang terinfeksi sehingga masyarakat harus jaga jarak satu sama lain.

Sedangkan penularan tipe kedua, dari permukaan benda yang di mana virus berada, sehingga masyarakat diminta tidak menyentuh wajah, mata, hidung, atau mulut saat sedang berada di ruang publik.

Baca Juga: Positif Covid-19, Salah Satu Rumah Warga Pamitran di Cirebon Digembok Pengurus Kampung

Baca Juga: Bamsoet Apresiasi Kinerja Polri dalam Memberantas Peredaran 1.2 Ton Sabu

Selain itu, para peneliti meyakini ada tipe penularan ketiga yang berada dibalik peristiwa yang disebut 'penyebaran-super'.

Penyebaran ini yang ditemukan terjadi di restoran-restoran di China di awal pandemi.
Meski pengunjung duduk di meja yang terpisah, namun tetap tertular.

Bahkan, penyebaran yang sama juga terjadi pada paduan suara Negara Bagian Washington, Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Manfaat Bersepeda, Kurangi Resiko Obesitas dan Tingkatkan Imunitas

Dalam surat terbuka itu, para peneliti menuduh WHO gagal menyampaikan risiko penularan dengan tepat.

Surat itu dikirimkan ketika WHO melaporkan pertambahan tertinggi jumlah kasus infeksi dalam satu hari.

Dalam 24 jam, WHO melaporkan 212.326 kasus baru di seluruh dunia.

Baca Juga: Wastralingga, Mudahkan Wisatawan Memilih Corak Batik Khas Purbalingga

AS, Brasil, dan India menjadi negara dengan jumlah kasus baru terbanyak. Kasus kematian tetap bertahan di angka 5.000 per hari.

Dalam surat terbuka para peneliti itu juga mengingatkan betapa pentingnya penggunaan masker untuk mencegah aerosol keluar dari mulut atau menghindari partikel-partikel mikroskopis di udara terhirup.

Sedangkan temuan para peneliti, akan  dipublikasikan di jurnal ilmiah pekan depan.***(Redaksi WE Online)

Editor: Henoh Prastowo

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler