IGI Khawatir Adanya Layanan Pendidikan Daring Berbayar

19 April 2020, 17:33 WIB
Ilustrasi sekolah. /Pixabay / OpenClipart-Vectors

Lensa Purbalingga- Ikatan Guru Indonesia (IGI) meras khawatir akan terputusnya jalinan komunikasi antara guru dengan muridnya, apabila Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2020, memasukkan istilah pembelian layanan pendidikan daring berbayar.

IGI mengkritik isi dari Pasal 9A yang memuat ketentuan penggunaan BOS reguler.

Dimana tercantum ketentuan, bahwa dana BOS reguler dapat digunakan untuk pembelian pulsa, paket data dan/atau layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

Baca Juga: keluarga Besar PGRI Berikan Bantuan Kepada Para Pedagang Di Sekolah

Ketua IGI Muhammad Ramli Rahim mengatakan, dibolehkannya dana BOS untuk pembelian layanan pendidikan daring berbayar akan menimbulkan kebutuhan biaya makin besar, selain itu, membuat jalinan komunikasi antara guru dan siswanya terputus.

"Padahal, jalinan komunikasi pengajaran dan pendidikan itu tetap bisa dilakukan di dunia maya dengan bantuan internet dan ketersediaan kuota data," ujarnya, Jumat (17/4).

Mengutip dari "Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kritisi Layanan Pendidikan Daring Berbayar", menurutnya, hal yang perlu dilakukan adalah tetap menjalin pendidikan dan pengajaran antara guru dan siswa.

Baca Juga: Baru Saja Mendapatkan Program Asimilasi, 4 Napi Dibekuk Kembali

"Bukan dengan cara membangun komunikasi dari gurunya siapa ke siswanya siapa dan dari siswanya siapa ke gurunya siapa, apalagi dari satu guru untuk ratusan bahkan ribuan siswa, karena proses tersebut menghilangkan sisi pendidikan dan hanya menjalankan sisi pengajaran saja," bebernya.

inspektorat, lanjut Ramli, mestinya bisa mencermati sekolah-sekolah yang menggunakan dana BOS untuk pembelian layanan pendidikan berbayar, sangat berpotensi terjadi pengaturan-pengaturan antara sekolah dengan para penyedia layanan pendidikan berbayar.

"Caranya tentu saja mudah dan sudah menjadi rahasia umum. Sistem cashback seperti pada proses pembelian buku-buku pelajaran sekolah tidak susah dilakukan oleh para penyedia layanan pendidikan berbayar ini. Apalagi modal mereka untuk menjalankan proses itu jauh lebih murah daripada buku cetak," katanya.

Baca Juga: Ketahanan Pangan Kabupaten Purbalingga Ditengah Pendemi Covid-19, Bupati Tiwi : Aman

Ia berharap, agar jangan sampai terjadi sekolah-sekolah yang mampu membeli layanan pendidikan berbayar, namun tidak mampu membayar guru-guru honorer mereka.

Semantara itu, pihaknya juga meminta DPR dan KPK, untuk bisa mengawasi dan mencermati segala proses yang terjadi ini. Mengingat hal tersebut merupakan proses hubungan antar petinggi negara.

Ia menegaskan, jangan sampai pandemi COVID-19 dijadikan alasan terjadinya kerjasama tidak wajar antara Kementerian Pendidikan dan para penyedia platform pendidikan.

Baca Juga: Perantau Jateng Di Wilayah PSBB Dapat Bansos

Walaupun harus melalui dunia maya, IGI berharap, agar pemerintah memprioritaskan proses pembelajaran langsung dari guru dengan siswa.

"Kami tidak ingin ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dan kesulitan kita menghadapi wabah pandemi COVID-19 ini," tandasnya.

Namun demikian, Kemendikbud sendiri tetap menyerahkan kewenangan penggunaan dana BOS kepada sekolah masing-masing.

Baca Juga: Masker Kain Untuk Cegah Virus Corona, Berikut Cara mencuci Yang Benar

Plt. Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Hamid Muhammad menerangkan, alokasi penggunaan dana BOS fleksibel, bisa disesuaikan dengan kebutuhan sekolah atau satuan pendidikan yang berbeda-beda.

"Jadi, kepala sekolah harus dapat mempertimbangkan dan menghitung secara cermat apa saja yang menjadi prioritas untuk menyelenggarakan pembelajaran selama masa darurat ini," ujar Hamid. (*)

Editor: Henoh Prastowo

Sumber: Pikiran-Rakyat.com

Tags

Terkini

Terpopuler