Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Kupas Kepantasan Koruptor Terima Remisi

17 April 2022, 10:25 WIB
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang /Teguh Priyatno/

Lensa Purbalingga - Terbitnya keputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Maka remisi untuk koruptor tidak lagi  memakai syarat menjadi Justice Collaborator.

Dengan adanya putusan itu maka  fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar memanjarakan pelaku agar jera, akan tetapi usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan model Restorative Justice (model hukum yang memperbaiki).

Baca Juga: Ingin Kuliah di UGM Yogyakarta? Ini Kuota Jurusan untuk Kelompok Saintek dan Soshum

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH. MHum mengatakan, ada pertanyaan, apakah korupsi pantas mendapatkan remisi.

“Maka pertanyaan ini bisa dijawab pantas dan tidak pantas, keduanya ada teorinya,” katanya saat webinar yang diselenggarakan oleh mahasiswa Magister Ilmu Hukum (MIH) Universitas 17 Agustus 1945 Semarang (Untag Semarang) angkatan ke 43 yang bertajuk "Pantaskah Koruptor Mendapatkan Remisi" yang diselenggarakan di hotel Louis Kienne Jl. Pemuda Semarang, baru baru ini.

Baca Juga: Ingin Kuliah di Unsoed Purwokerto?, Tersedia 1.912 Kursi Mahasiswa Baru SBMPTN 2022

Menurutnya, kalau kita tetap menggunakan hukum pidana sebagai balas dendam, maka tidak perlu ada remisi, bebas bersyarat dan asimilasi. Lalu dengan menerapkan hal tersebut apakah bisa membuat jera orang untuk tidak berkorupsi.

“Tetapi kalau kita mau berorientasi akan menggunakan hukum pidana moderen, dengan menggunakan keadilan restorative. maka apa yang menjadi haknya akan diperoleh sepanjang memenuhi syarat untuk diberikan remisi,” katanya.

Baca Juga: Ingin Kuliah di Jalur Mandiri Tanpa Uang Pangkal?, Ada Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia

Ia menyatakan, narapidana bukan saja objek, tapi juga subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana

“Sehingga tidak harus diberantas. Namun yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum,” katanya.

Baca Juga: Ketua MKKS SMP Purbalingga: Asesmen Nasional Cara Baru Menakar Mutu Lembaga Pendidikan

Lebih lanjut dia mengatakan,  sebetulnya dengan hukuman penjara yang tinggi tidak akan mempengaruhi efek jera, tetapi mengejar kekayaan koruptor jauh lebih penting

Karena hampir sebagian besar koruptor yang dipenjara, kemudian disuruh membayar uang denda atau uang pengganti merasa keberatan, maka bagi mereka lebih memilih penjara kurungan

“Artinya apa, bahwa memang yang ditakutkan oleh koruptor adalah kalau harta seluruhnya akan dirampas oleh negara, hal inilah yang perlu dilakukan oleh hakim maupun jaksa,” katanya.

Baca Juga: Pelajar, Ini Tips Agar Belajar Lebih Efektif Selama Bulan Ramadan

Hadir menjadi narasumber diantaranya Guru Besar Fakultas Hukum UI Bidang Studi Hukum Pidana. Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, PhD

Wakil Ketua Mahkamah Agung RI bidang yudisial YM. Dr. H. Andi Samsan Ngrano, SH, MH. Danang Widoyoko selaku sekjen Transparancy International Indonesia, serta Moderator Dr. Mahfud Ali, SH. MHum.

 

Editor: Teguh Priyatno

Tags

Terkini

Terpopuler