Selain itu, adanya kelemahan dan ketidaksempurnaan pada ketersediaan data untuk menyalurkan stimulus dan insentif juga menambah potensi korupsi.
“Ancaman orang-orang yang melakukan tindakan korupsi atau bahkan menggunakan kelemahan atau ketidaksempurnaan sistem untuk kepentingan pribadi,” bebernya.
Baca Juga: Unik! Sensasi Nyoblos Di Dalam Goa, Sedot Pemilih di TPS 2 Desa Lamuk
Baca Juga: Di Pilkada Serentak 2020 Ibu Muda Ini Dapat Perlakuan Khusus di Jambi, Bikin Trenyuh
Baca Juga: Tunggu Hasil Resmi Pilkada Serentak dari KPU, Gibran Bakal Lanjut ‘Blusukan’
Sri Mulyani menjelaskan, anggaran yang digunakan untuk memberikan stimulus dan insentif kepada masyarakat melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp695,2 triliun atau 4,2 persen dari PDB, meliputi dukungan di bidang kesehatan Rp97,26 triliun, perlindungan sosial Rp234,33 triliun, sektoral K/L dan Pemda Rp65,97 triliun, UMKM Rp114,81 triliun, korporasi Rp62,22 triliun, dan dunia usaha Rp120,6 triliun.
Menteri Sri Mulyani mengaku, anggaran tersebut menyebabkan belanja negara membengkak Rp2.739 triliun dengan defisit sebesar 6,34 persen.
Baca Juga: Saat Pilkada Serentak 2020 di Mamuju Berlangsung, Ibu Ini Melahirkan di Bilik TPS
Baca Juga: Laksanakan Pilkada Serentak, Petugas TPS 4 Kalikabong Gunakan Seragam APD Lengkap
Baca Juga: PDIP Purbalingga Klaim Kemenangan Tiwi-Dono di Pilkada 2020
“Begitu besar angka Rp695,2 triliun ini jadi kita harapkan bisa membuat Indonesia mampu menangani COVID-19, melindungi masyarakat dan dunia usaha agar mereka pulih secara kuat, cepat dan sehat,” kata Sri Mulyani.