Gendu - gendu Rasa 105 Tahun Jenderal Soedirman

- 29 Januari 2021, 21:32 WIB
Jenderal Soedirman.
Jenderal Soedirman. /Istimewa.

Lensa Purbalingga - Jenderal Soedirman adalah sosok yang tak bisa lepas dari Kabupaten Purbalingga. Sang Panglima Besar itu dilahirkan di Bumi Perwira. Hal tersebut menggerakan diselenggarakannya sebuah acara untuk mengenang jasa-jasa sang Pahlawan Nasional.

“Kebetulan beliau lahir dan wafat di bulan Januari. Soedirman lahir 24 Januari 1916, 105 tahun yang lalu dan wafat 29 Januari 1950, 71 tahun yang lalu,” ujar Gunanto Eko Saputro usai acara “Gendu-Gendu Rasa 105 Tahun Jenderal Soedirman”, Kamis malam 28 Januari 2021.

Baca Juga: Nasi Rames Pinggir Jalan Murah Rasa Spektakuler, Hanya Ada di Rasbun Pasar Segamas Purbalingga

Menurut Gunanto, bisa dibilang Januari adalah Bulan Soedirman. “Oleh karena itu kami menyelenggarakan Gendu-Gendu Rasa ini sebagai bentuk penghormatan kepada beliau, tokoh besar yang dilahirkan di Purbalingga,” ujarnya.

Gunanto yang aktif menulis di blog-nya tentang sejarah Purbalingga menjadi narasumber bersama Budayawan Agus Sukoco. Moderatonya selebgram dan milenial influencer Rakhma Lutfita. Acara disiarkan secara daring melalui kanal purbalinggaku.news.

Baca Juga: Kaget! Tukang Sayur di Purbalinga Nekad Alih Profesi Jadi Maling

Pada acara tersebut, Gunanto memaparkan tentang sejarah Pak Dirman, mulai dari lahirnya, masa mudanya sampai dengan kiprahnya berorganisasi lalu di militer yang mengantarkannya menjadi Jenderal Besar.

“Soedirman ini sosok yang luar biasa. Beliau lahir di Purbalingga, tumbuh dan berkembang di keluarga angkat yang menyayanginya, aktif di berbagai kegiatan sejak remaja, karir militer melesat dan menjadi jenderal di usia yang masih sangat muda kemudian wafat tanpa menikmati pengorbanan dan perjuangannya,” ujarnya.

Baca Juga: Tak Perlu ke Bali Untuk Santap Ayam Betutu, di Purbalingga Juga Tersedia

Gendu-gendu rasa 105 Jenderal Soedirman.
Gendu-gendu rasa 105 Jenderal Soedirman. Isgimewa.
Sementara itu, Agus Sukoco memberikan persepsi sosio-budaya terhadap sosok Jenderal Soedirman. Menurutnya, warga Purbalingga patut bersyukur menjadi tempat lahir seorang Pahlawan Nasional.

“Bentuk syukur kita adalah dengan mengejawantahkan semangat, pengorbanan dan perjuangan Jenderal Soedirman dalam kehidupan kita sehari-hari,” ujarnya.

Baca Juga: Satu Pegawai Positif Covid - 19, Kantor Dikdukcapil Purbalingga Tutup 2 Hari

Sang Jenderal, imbuh Agus Sukoco, merupakan pusaka yang dimiliki oleh bangsa ini. “Beliau berjuang dengan tulus ikhlas dan meninggal saat muda tepat setelah penyerahan kedaulatan yang diperjuangkannya. Beliau dijaga dari nafsu dan ketamakan yang biasanya menyertai kekuasaan,” ujarnya.

Menurut Agus Sukoco, Soedirman juga sosok yang sangat patriotik.“Misalnya, saat berselisih pendapat dengan para pemimpin bangsa lainnya, Pak Dirman selalu menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas segalanya.

Baca Juga: Kecanduan Judi Togel, Pria di Kebumen Nekad Curi Tiga Ekor Kambing

Soedirman lahir dari pasangan Karsid Kartawiradji, kuli pabrik gula dan Siyem. Setelah diberhentikan dari pekerjaanya Karsid bersama istrinya Siyem yang tengah mengandung lalu numpang tinggal di rumah saudari Siyem yang bernama Tarsem di Desa Bantarbarang, saat ini di Kecamatan Rembang, Purbalingga. (*Ada versi lahirnya di Desa Bodas Karangjati)

Tarsem lumayan bekecukupan karena bersuamikan seorang camat bernama Raden Cokrosunaryo. Saat numpang inilah Siyem melahirkan seorang anak lelaki. Ia diberi nama oleh pamannya, Soedirman.

Baca Juga: Ngeri! Seorang Pria di Kebumen Nekad Bunuh Diri di Rel Kereta Api

Hari lahirnya, Minggu Pon, 24 Januari 1916, Bulan Maulud dalam penanggalan Jawa. Soedirman diadopsi Cokrosunaryo, juga diberi gelar Raden.

Soedirman tak sampai sewarsa di "Bumi Perwira". Setelah Cokrosunaryo pensiun sebagai camat pada akhir 1916, Karsid, Siyem dan Soedirman ikut dengan keluarga priyayi itu ke Manggisan, Cilacap.

Baca Juga: PPKM Jilid 2, Lampu Penerangan Jalan di Purwokerto akan Dipadamkan?

Di kota pelabuhan itu, Siyem melahirkan seorang putra lagi bernama Muhammad Samingan. Karsid meninggal dunia saat Soedirman berusia enam tahun.

Soedirman dan adiknya lalu tumbuh dan berkembang di Cilacap dalam bimbingan keluarga yang mengadopsinya. Ia dianggap seperti anak sendiri. Cokrosunaryo bahkan menyimpan rahasia bahwa Ia bukanlah ayah kandungnya sampai Soedirman berusia 18 tahun.

Baca Juga: Merasa Ketakutan, Habis Merampas HP Menyerahkan Diri ke Polisi

Sejak kecil Soedirman sangat aktif di sekolah maupun berorganisasi juga bergiat di Hizboel Wathon, kepanduan Persyarikatan Muhammadiyah.

Pada Jaman Jepang Soedirman aktif di PETA. Setelah Jepang hengkang lalu Indonesia Merdeka, Soedirman meneruskan karier di militer sampai melesat menjadi panglima tentara.

Baca Juga: Hai Milenial, Yuk Jadi Petani! Pemkab Akan Berikan Kalian Modal

Pada agresi militer Belanda, Soedirman memimpin gerilya dalam kondisi sakit. Berkat perjuangan dan pengorbanannya, akhirnya Belanda mau mengakui kedaulatan negeri ini. Sepulang dari medan gerilya, Soedirman wafat pada 24 Januari 1950 saat umurnya baru 34 tahun.***

Editor: Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x